Sabtu, 28 Agustus 2021

Semoga Semua; Aku

 `

jauh dalam sanubari ku

timbul ribuan buih mimpi

mau jadi ini, mau jadi itu

ada beberapa yang ku tunggu

ada beberapa yang takkan terwujud

ku menerima itu semua

meski sendiri, meski menyakiti ku

tersendat, terlewati

hal baik selalu ku nanti

terkadang yang jahat itu dari dekat

yang jauh, selalu ku rindui

seperti sakit namun dipaksa tak apa

membisiki diri, sehat selalu

ku pasti bisa berjalan kembali

pasti, sekali lagi ku ucap

hanya aku yang tahu aku

hanya aku yang paham aku

dan hanya diriku, yang 'kan ku bawa pergi ke antah berantah

sekali lagi. hanya aku


Biruna~

Jakarta, 19/8/21

Untuk Kekasih Pertama

 `

malam kekasih pertamaku.

bagaimana hidupmu?

ku sedang rindu.


ingatkah jalan yang pernah kita lewati?

ku selalu melihat bayang kita.

kini jalan itu seperti hilang arahnya.


ingatkah kafe pertama yang kita kunjungi?

ku ingat lagu yang diputar saat itu.

kini lagu itu seperti hilang maknanya.


tak mengapa kasih,

ku tahu kamu sudah punya hidupmu kini.

ku hanya merindu.

bukan maksud untuk kembali padamu.

jalan kita pun sudah tak sama lagi.


terima kasih sudah menjadi laki-laki hebatku.

kamu telah menjagaku dengan baik.

hidupku jadi banyak rupa warnanya.

selamat jalan.

ini tulisan terakhir ku tentangmu.


Biruna~

Jakarta, 20/8/21

Jatuh Harap

apa yang telah terjadi

aku tumbuh, lalu mati

apa yang telah terjadi

satu datang, seribu pergi


ini terlalu sakit

bagiku yang tengah merakit

segalanya rasa pahit

hatiku robek parah tak dijahit


seseorang tolong aku

keluarkan ku dari belenggu

seseorang tolong aku

terlalu lama ku menunggu


Biruna~

Jakarta, 18/8/21

Rabu, 11 Agustus 2021

Buku Kemarin Selesai

 `

Ku telah habis baca buku.

Telah melewati semua bab.

Ku tahu apa amanatnya.

Ku tahu kesimpulannya.

Kini, ijinkan ku membaca buku lain.

Biarkan ku menyimpan buku kemarin di almari.

Hal yang berkesan, biarlah terkenang di ingatan.

Sekarang, ku mesti berjalan.

Sebuah toko buku tujuannya.

Lalu, mencari sebuah buku yang pas.

Kemudian membacanya kembali hingga selesai.

Biruna~

Jakarta, 10/10/20


Hujan 14 September

Langit Jakarta kini abu-abu.

Petang tak sedang jingga warnanya.

Air Tuhan turun.

Bumi membasuh tanahnya.

Petrikor menyerbak ke hidung.

Saat itu juga satu cerita muncul.

Datangnya, dari sebuah jalan basah.

Dingin kala itu terhangatkan oleh kenangan.

Air mata ku turun, tertutup derasnya hujan.

Suasana yang sama, di waktu yang berbeda.

Hujan,

Kenangan,

Dan kita.

Biruna~

Jakarta, 14/9/20

Ku Ambil Lagi

Jariku lincah menulis tentangmu.
Yang hidup dalam hati, namun semu.
Masalah ini tak pernah usai hingga kita bertemu.
Entah sampai kapan, ku terus disiksa rindu.

Kamu, mendewasakan diri ini.
Segala yang telah kau beri.
Mungkin berarti di waktu nanti.
Atau beban masa lalu yang terperi.

Khayalan gila ku meliar.
Tapi diri ini kau biar.

Lantas pergi, seraya membisu.
Biarlah, ku ambil lagi hatiku.

Biuna~

Jakarta, 6/9/20

 

Lampau

Hiruk pikuk kota ini,
tak lantas lupa dirimu.

Sepi memperdaya diri ini.

Menarik ku ke waktu lampau.

Masa dimana dunia kita sewa.

Menikmati tiap detik yang terlewat.

Seketika aku tertegun...

Dimana bisa kita ulang semua?

Keberadaan masing-masing saja tersembunyi.

Kita terlena dengan dunia sendiri.

Padahal kita masih terselimutkan
rasa bimbang.

Biruna~

Jakarta, 2/6/20



Loka Baru

`

Telah lama kau ku puja.
Kau candu bagaikan ganja.

Ini suaraku, loka.
Namun kau asing seperti hanacaraka.

Berapa lama ku menerka?
Kau bahaya layaknya rentaka.

Apakah kasih ini hanya ilusi?
Tanpa balas, tanpa aksi.

Biruna~

Jakarta, 11/8/21


Selasa, 10 Agustus 2021

Patah Hati, Sakit Hati dan INFJ

 Patah hati......

    Apa sih itu patah hati? Apa itu sakit hati?

    Sepertinya kalian sudah merasakannya deh ku rasa.

    Bagiku sendiri, patah hati adalah fase dimana kita sudah menjalin suatu hubungan dengan seseorang, namun entah apa gerangan, hubungan itu mesti kandas di tengah jalan tanpa sempat mewujudkan mimpi yang pernah diutarakan.

    Patah hati juga adalah, ketika hatimu dan hatinya yang sebelumnya sudah menyatu, kini harus dipatahkan dan dikembalikan ke pemiliknya masing-masing.

    Dan sakit hati, bagiku itu bisa terjadi tanpa kita memiliki hubungan dengan seseorang. Bersifat umum. Tapi akan lebih menyakitkan kalau sudah punya hubungan sebelumnya.

~ ~ ~

    Kalau kataku, hidup ini tentang pindah dan menetap (dalam hubungan asmara).

    Selagi akad nikah masih belum terselenggarakan, aku masih bebas memilih siapa orang yang akan ku singgahi dan akan ku tinggalkan.

    Ini ku pelajari dari kehilangan-kehilangan yang se-berkian kalinya.

    Percaya atau tidak, sejauh ku berkelana ke rumah-rumah, akulah yang sering ditinggalkan di rumah yang sudah ku anggap rumah sendiri. Menyedihkan. Tapi kenyataannya, memang demikian.

    Jadilah sekarang aku yang sudah lapang dengan apapun yang terjadi. Seperti sudah pasrah. Mau menetap, hatiku terbuka. Mau pindah, hatiku pun tetap terbuka.

~ ~ ~

    Usiaku masih delapan belas tahun saat ku menulis ini, tapi aku rasa, sudah cukup banyak aku mengembara rumah-rumah. Dari yang begitu nyaman, hingga seram adanya.

    Tapi banyak pelajaran yang bisa ku ambil dari situ. Salah satu yang menjadi benang merahnya adalah, "jangan keras mencintai seseorang sebelum dia memilihku untuk teman berjalan hidupnya."

    Se-sederhana itu.

    Aku sekarang enggan menerka takdir. Sudah lelah ku bermimpi. Sudah lelah ku bermain dengan perasaan yang belum pasti adanya.

    Aku masih ingin berkelana di dalam duniaku saja sampai waktu yang sudah ku tetapkan.

~ ~ ~

    Tidak. Aku tidak mati rasa.

    Aku masih bisa (dan sedang) mencintai. 

    Aku tetap berpeluang besar merasakan sakit dan patah hati lagi. Hanya saja, sakitnya tidak se-sakit dahulu. Semoga.

    ~ ~ ~

    Aku tak tahu lagi, bagaimana jadinya jika aku tak pernah merasakan sakit dan patah hati. Aku tak mungkin tahu siapa pria yang hanya bermain-main, siapa pria yang datang di kala bosan, siapa pria yang hanya setengah hati, siapa pria yang tak pantas masuk dalam lingkaran hidupku. Aku takkan tahu semua kebusukkan dibalik mulut manis itu tanpa ku rasakan sakit dan patah hati sebelumnya.

    Dan bagiku, pemberian kesempatan itu hanyalah sekali kepada tiap manusia. Tak ada ampun bagi siapapun yang telah menyakiti melampaui batas. Aku masih pantas dan layak untuk tidak disakiti.

    Dan mengenai perpisahan. Ku rasa itu adalah bagian dari hidup yang semestinya sudah kita pelajari dan diterima dengan bijak. Dalam beberapa kasus di dunia asmara, aku mampu menjalaninya. Namun diluar itu, aku masih belajar, belajar, dan belajar untuk menerima perpisahan.

    Tidak mudah memang berpisah dengan separuh hati. Tapi kalian harus bisa, mau tidak mau.

~ ~ ~

    Aku meyakini, tiap orang memiliki cara terbaiknya untuk berpisah dan juga sembuh dari perpisahan itu. Dan semoga, kalian makin berani melepas sesuatu yang bukan untukmu setelah itu.

    Kalau aku sendiri, karena MBTI aku adalah INFJ aku punya cara sendiri untuk meng-protect diriku dari rasa sakit dan patah hati. Sekalian aku share deh yah mumpung masih berkaitan.

    Jadi namanya itu door slam.

    Sebenarnya istilah door slam, menurutku agak kurang cocok sih jika dikaitkan dengan INFJ. Karena artinya dalam Bahasa Indonesia adalah “membanting pintu.” Sementara door slam yang dilakukan oleh seorang INFJ jauh dari kesan membanting pintu. Malah justru sebaliknya; aku melakukan door slam dengan cara yang halus, tenang dan seringkali diam-diam. Namun biasanya merciless. Seolah-olah itu adalah sesuatu yang wajar. Seperti nyala lilin yang perlahan-lahan memudar lantas selanjutnya menghilang.

    Door slam sendiri adalah salah satu teknik pertahanan diri orang-orang dengan tipe kepribadian INFJ. Ini adalah jalan terakhir yang ditempuh olehku dalam melindungi inner core yang sangat sensitif. Atau ketika aku telah putus asa berurusan dengan orang-orang yang membuatku selalu merasa tersiksa berulang-ulang kali secara mental.

    Tidak seperti yang lain yang melakukan door slam karena hal-hal sepele, seperti: keegoisan pribadi yang tak dipenuhi atau ketersinggungan spontan. Door slam yang aku lakukan biasanya lebih serius. Aku akan melewati proses berpikir yang sulit dan panjang serta merasakan pahitnya penderitaan dibalik gagalnya peringatan-peringatan yang sudah ku sampaikan dan usaha-usaha perbaikan yang aku usahakan sebelum akhirnya sampai pada titik tersebut. Dan ketika hal itu terjadi, aku sebenarnya sudah terluka dengan sangat dalam. Bahkan, ketika keputusan door slam itu masih menjadi bahan pertimbangan. 

    Oleh karenanya, ketika aku memutuskan untuk berubah demikian, alih-alih merasa terbebani, aku justru merasa sebaliknya. I feel liberated! I feel my power is back! Aku merasa seolah-olah telah terbebas dari belenggu penderitaan yang selama ini menyiksaku. Sekali aku melakukan door slam, biasanya akan sulit sekali untuk merubah keputusanku. Kecuali jika orang yang mendapatkan door slam treatment dariku menyadari kesalahannya dan langsung menunjukan bahwa mereka menyesal atas perbuatannya.

    Ada kalanya, aku yang sudah sangat terluka tidak benar-benar bisa melakukan door slam secara total kepada seseorang dikarenakan orang tersebut adalah orang yang tidak bisa dihindari. Semisal anggota keluarga atau rekan kerja.

     Ketika berada dalam situasi yang demikian aku akan melakukan emotional door slam. Yang artinya, aku tidak akan berbagi hal-hal pribadi yang ku punya kepada orang tersebut. Dan cenderung akan berperilaku kaku seperlunya tanpa basa-basi. Jika kebetulan orang yang menjadi sasaran door slam ku itu adalah rekan kerja yang tidak bisa dihindari, maka aku masih akan tetap bersikap sopan saat bertemu. Namun secara sadar, aku akan menghindari segala bentuk interaksi yang membutuhkan lebih dari sekedar kesopanan. Orang-orang yang menjadi sasaran door slam treatment ku hanya akan berhadapan dengan profesionalisme ku yang dingin. 

    Your presence may be acknowledged, but your existence may be ignored.

    Ketika aku masih bisa mengungkapkan kemarahan secara verbal baik dengan berteriak, memaki atau menangis serta mau berbicara “lebih dalam," maka keadaan masih bisa diperbaiki. Tapi, ketika aku sudah bersikap biasa saja serta nampak tidak peduli pada perilaku buruk orang itu, terutama setelah aku melewati masa-masa menyakitkan yang diakibatkan oleh kelakuan orang itu maka bisa dipastikan bahwa orang itu telah menjadi salah satu dari daftar orang-orang yang mendapatkan door slam treatment dalam kehidupanku.

    Sepertinya panjang sekali kali ini. Baiklah, akan ku sudahi saja.

Biruna~


    


Senin, 09 Agustus 2021

Utara dan Selatan; Babak Terakhir

 ~

Aku pergi.
Ini babak terakhir untuk kisah kita

Aku bukan melupa cinta yang dulu.
Tapi ku harus.

Aku pergi duluan.
Kau, jangan lama-lama berdiam disitu.

Sudah, lepaskan genggamanmu.
Aku harus pergi.

Ini tak mudah.
Ku tahu.

Biarlah seperti ini adanya.
Ini aksara terakhir tentangmu.

Jangan bersedih.
Semuanya tersimpan rapih dan 'kan ku bawa.

Doaku menyertaimu.

Ku pergi duluan...

Biruna~

Utara dan Selatan; Babak 4

 ~

Di bawah langit malam
Kita memasang muka masam.
Pergi keluar untuk berbincang.
Sesuatu yang lama sudah pincang.

Kini sudah bulat keputusanku.
Kau tolak, merengek padaku.
Untuk apa lagi?
Kita sudah sering saling melukai.

Kau maki dan cela diriku,
Semenit kemudian kau ucap maaf padaku.
Malam kita hanya dihabiskan untuk itu.
Ini sudah diujung jalan kata hatiku.

Kita takkan bisa kembali seperti dahulu.
Kita sudah beda memilih persimpangan waktu.
Giliran waktu yang sudah kita pilih mengambil peran.
Kita sudah memilih masing-masing jalan.

Kita pernah saling mencintai.
Lihatlah, mobilmu ini saksi.
"Tidak," katamu sambil menundukkan kepala.
Kau ambil tanganku dan menyuruh ku melihat cincin kita.

Sudahlah, aku sudah lelah.
Aku sudah muak dan mau pasrah.
Biarkan kisah ini tertutup semestinya.
Badai kita takkan pernah reda; selamanya.

Biruna~

Utara dan Selatan; Babak 3

 ~

Ku ingat kembali.
Di kota ini.
Kita berbagi perih,
Kita berbagi gulali.

Ku bernyanyi.
Kau menari.
Kau sakit, meringkih.
Ku rawat dan ku mengerti.

Kita masih bisa tertawa.
Meski duit tak terbawa.
Kita duduk di tepi sungai.
Berencana minggu depan 'kan ke pantai.

Bagaimana dengan gambaranmu?
Masihkah kosong tak jadi karena aku?

Dan kemudian, bagaimana nanti.
Aku harus cepat berhenti.

Harus secepatnya berhenti berjalan.
Aku harus bisa tak menahan.

Biruna~

Utara dan Selatan; Babak 2

 ~

Singkat saja, ku rindu padamu.
Padamu yang dahulu.
Yang mampu buatku tersenyum.
Satu gelas berdua tuk kita minum.

Kapankah rindu terbuang?
Tiap hari ku makin tepasung.
Arah kita makin terbawa tak pasti.
Kau pun juga ikut pergi.

Aku tak mampu lagi buatmu tersenyum.
Kau menjauh, namun disini wangimu harum.
Kemanakah raga yang selama ini punyaku?
Hatinya saja sudah melamun bukan di aku.

Aku telah memanggilmu pulang.
Sudah ku tunggu, tak kulihat hidungmu yang mancung.
Pelan-pelan, ini buatmu.
Pelan-pelan, ku menunggu.

Biruna~




Utara dan Selatan; Babak 1

~

Kesekian kalinya aku menunggu.
Sesuatu yang selama ini semu.
Tak kunjung hatimu bertamu.
Aku lelah, jalan kita selalu beradu.

Tangisku kala itu membasahi.
Basahi mantelmu yang biru putih.
Kau peluk aku untuk ikut mengiba.
Bukan membuat hatimu kembali tiba.

Kemanakah jalan kita dibawa?
Ku tanya itu, kau tertawa.
Tawamu ku tahu arti sedihmu.
Untuk apa masih paksa yang sudah mati, berlalu?

Ku tak mampu merasakan kita hidup.
Yang ada hanyalah udara tuk dihirup.
Tangis, tawa kita kini menjadi sayup.
Apakah benar ini sudah jelas 'kan tertutup?


Biruna~



Menyambutmu Pergi...

    malam, aku disini sebentar. sembari memeluk tubuhku yang meliuk kedinginan. langit seperti sedang bertasbih; teduh. hawa ini yang membuatku semakin tenggelam dengan pikiran dan titik jenuhku berubah menjadi hujan pertanyaan. 

    matahari dan bulan saksinya; aku masih bermimpi, aku masih terperangkap pada empat belas tahun lalu, dan tetap merasa kecil. 

    bukankah naif meminta waktu diulang? agar ia tak pergi, agar kita tetap kita, serta agar aku ahli dalam melihat kenyataan. tapi nyatanya, aku masih terbatas oleh mimpi. aku tak mampu membelah mana nyata, mana imaji. 

    kau tahu, bagaimana rasanya tak tahu lagi kaki seseorang yang teramat kau sayangi melangkah dimana sekarang? sakit. sakitku begitu nyata, namun masih ku cari juga dimana ia di mimpiku.

~ ~ ~ 

    aku tak tahu percis bagaimana kali terakhir ku melihatnya. bagaimana dan kapan itu terjadi. aku tak ingat.

    aku mencoba untuk mengingat. pelan, ku coba ingat. pelan, ku coba bawa diriku ke masa lalu. 

    ah sial. rasanya memoriku memblokir akses ku menuju ingat. katanya, hati menolak keras meminta diingat. baiklah, mereka berdua seringkali membuatku kebingungan.

    seiring ia bertambah usia, ku yakin ada satu doa yang ia titipkan untukku. dan ku rasa, diantara doaku, ada satu yang sama percis olehnya.

    tentang duka itu... aku berduka karena ia pergi dalam keadaan berjalan. aku tak rela ia meninggalkanku di belakangnya. sampai di ujung jalan itu, bayangannya sudah tak bisa ku lihat lagi. kemudian aku menangis histeris. untuk pertama kalinya, dadaku nyeri hingga ke tulang belikat.

    sial, barusan aku mampu mengingatnya.

~ ~ ~ 

    dan duka itu, seperti api abadi bagiku. 

    tak ada yang mampu membuatnya padam. kecuali ia sendiri yang menghilangkannya.

    dan entahlah. entahlah kapan itu bisa padam. aku hanya bisa mengecilkan panas baranya di dalam hatiku yang kadang malah sekujur badanku yang tersulut oleh apinya.

    biarlah. terkadang api itu juga yang membuatku aman karena terjaga 24/7. api itu juga yang membuatku berani untuk terus berjalan sejauh ini.

    dan duka itu... berat ku bawa sendiri di pundak.

    selamanya.

Biruna~

Jakarta, 9/8/21

Tumbuh yang Menyakitkan

Aku tak tahu harus senang atau sedih,
Didewasakan sebelum waktunya.
Mengetahui rasa hilang sedari kecil.
Dan itu terus menyakiti hingga detik ini.

Aku tak tahu bagaimana pulih,
Berdiri dari liang kesedihan,
Berenang mencari jawab,
Jatuh dan kembali merangkak.

Katanya ini tentang tumbuh dewasa,
Apa dan bagaimana untuk tetap hidup,
Meski tujuan di Barat, angin membawa ke Timur,
Meskipun benar tetap dianggap salah.

Biruna~

Jakarta, 9/8/21



Siapa Biruna?

Siapa Biruna???


    Mungkin bagi kalian yang mengenalku akan bertanya-tanya, "kenapa tidak pakai namaku sendiri?" "Biruna itu siapa dan apa?"

    Baiklah, akan ku jelaskan satu per satu, sekalian juga ini adalah bahan ceritaku yang pertama di 'Rumahku'.

    Biruna adalah kata yang diambil dari kata 'Biru' yang merupakan salah satu warna. Aku tak tahu sejak kapan jatuh cinta pada warna biru. Padahal sedari kecil, hampir semua barang kepunyaanku adalah warna merah muda (pink). Ku rasa, aku jatuh cinta pertama kalinya pada warna biru ketika akhir tahun 2020. Di saat semua perasaanku membiru seluruhnya.

    Aku mulai menyukai dan akhirnya jatuh cinta pada warna biru kala ku tatap langit siang yang bersih tanpa awan yang berkunjung. Detik itu juga aku tersadar, biru tak selamanya tentang pilu. Biru warna yang indah meskipun ada satu-dua lapis balutan kain yang sedang  menutupi memar hatiku.

    Biruna juga adalah nama yang cukup bagus untuk nama panggung ku rasa. Seperti nama yang begitu membumi sekali, seperti nama yang teduh sekali tuk didengar. Entahlah, mungkin saja satu hari akan ku wariskan nama bersejarah ini untuk anakku kelak dan akan ku ceritakan kepadanya asal usul namanya tiap malam saat usianya sudah beranjak 2 tahun 9 bulan. Semoga.

   Terakhir, aku enggan memakai nama asliku disini karena bagiku, Biruna adalah aku juga di versi dunia yang berbeda. Biruna dan aku adalah satu jasad yang sama. Namun bedanya, Biruna lebih senang mengudara di ilusi sembari bermain dengan angin yang tak berarah. Sedangkan aku, hanya bisa mendengar teriakan 'gilanya' dari bawah sini dengan segala beban di pundak.

    Aku dan Biruna sepakat untuk membagikan segala yang sudah kami rahasiakan bertahun-tahun. Kami juga sepakat untuk sembuh bersama dari pilu yang telah membiru dengan menumpah-ruahkan segala sesak yang makin terhimpit tiap waktunya melalui tulisan. Kami menyadari, dari diri sendirilah segalanya bermula, begitu juga dengan memulihkan perih. Dan menulis, adalah media atau jembatan bagi kami menuju titik terang.

    Dan kami, akhirnya sepakat untuk memakai nama Biruna untuk mewakili Biruna-Biruna lainnya yang masih gemar bersembunyi dibalik sosok tubuh yang gagah namun berhati ringkih.


ily, Biruna~

Jakarta, 9/8/21

Ulang

Perihal waktu, ada beberapa bagian hidup yang ingin ku ulang kembali.  Menikmati setiap detik yang berlalu, bahagia, tidak ada suara tangis ...