Patah hati......
Apa sih itu patah hati? Apa itu sakit hati?
Sepertinya kalian sudah merasakannya deh ku rasa.
Bagiku sendiri, patah hati adalah fase dimana kita sudah menjalin suatu hubungan dengan seseorang, namun entah apa gerangan, hubungan itu mesti kandas di tengah jalan tanpa sempat mewujudkan mimpi yang pernah diutarakan.
Patah hati juga adalah, ketika hatimu dan hatinya yang sebelumnya sudah menyatu, kini harus dipatahkan dan dikembalikan ke pemiliknya masing-masing.
Dan sakit hati, bagiku itu bisa terjadi tanpa kita memiliki hubungan dengan seseorang. Bersifat umum. Tapi akan lebih menyakitkan kalau sudah punya hubungan sebelumnya.
~ ~ ~
Kalau kataku, hidup ini tentang pindah dan menetap (dalam hubungan asmara).
Selagi akad nikah masih belum terselenggarakan, aku masih bebas memilih siapa orang yang akan ku singgahi dan akan ku tinggalkan.
Ini ku pelajari dari kehilangan-kehilangan yang se-berkian kalinya.
Percaya atau tidak, sejauh ku berkelana ke rumah-rumah, akulah yang sering ditinggalkan di rumah yang sudah ku anggap rumah sendiri. Menyedihkan. Tapi kenyataannya, memang demikian.
Jadilah sekarang aku yang sudah lapang dengan apapun yang terjadi. Seperti sudah pasrah. Mau menetap, hatiku terbuka. Mau pindah, hatiku pun tetap terbuka.
~ ~ ~
Usiaku masih delapan belas tahun saat ku menulis ini, tapi aku rasa, sudah cukup banyak aku mengembara rumah-rumah. Dari yang begitu nyaman, hingga seram adanya.
Tapi banyak pelajaran yang bisa ku ambil dari situ. Salah satu yang menjadi benang merahnya adalah, "jangan keras mencintai seseorang sebelum dia memilihku untuk teman berjalan hidupnya."
Se-sederhana itu.
Aku sekarang enggan menerka takdir. Sudah lelah ku bermimpi. Sudah lelah ku bermain dengan perasaan yang belum pasti adanya.
Aku masih ingin berkelana di dalam duniaku saja sampai waktu yang sudah ku tetapkan.
~ ~ ~
Tidak. Aku tidak mati rasa.
Aku masih bisa (dan sedang) mencintai.
Aku tetap berpeluang besar merasakan sakit dan patah hati lagi. Hanya saja, sakitnya tidak se-sakit dahulu. Semoga.
~ ~ ~
Aku tak tahu lagi, bagaimana jadinya jika aku tak pernah merasakan sakit dan patah hati. Aku tak mungkin tahu siapa pria yang hanya bermain-main, siapa pria yang datang di kala bosan, siapa pria yang hanya setengah hati, siapa pria yang tak pantas masuk dalam lingkaran hidupku. Aku takkan tahu semua kebusukkan dibalik mulut manis itu tanpa ku rasakan sakit dan patah hati sebelumnya.
Dan bagiku, pemberian kesempatan itu hanyalah sekali kepada tiap manusia. Tak ada ampun bagi siapapun yang telah menyakiti melampaui batas. Aku masih pantas dan layak untuk tidak disakiti.
Dan mengenai perpisahan. Ku rasa itu adalah bagian dari hidup yang semestinya sudah kita pelajari dan diterima dengan bijak. Dalam beberapa kasus di dunia asmara, aku mampu menjalaninya. Namun diluar itu, aku masih belajar, belajar, dan belajar untuk menerima perpisahan.
Tidak mudah memang berpisah dengan separuh hati. Tapi kalian harus bisa, mau tidak mau.
~ ~ ~
Aku meyakini, tiap orang memiliki cara terbaiknya untuk berpisah dan juga sembuh dari perpisahan itu. Dan semoga, kalian makin berani melepas sesuatu yang bukan untukmu setelah itu.
Kalau aku sendiri, karena MBTI aku adalah INFJ aku punya cara sendiri untuk meng-protect diriku dari rasa sakit dan patah hati. Sekalian aku share deh yah mumpung masih berkaitan.
Jadi namanya itu door slam.
Sebenarnya istilah door slam, menurutku agak kurang cocok sih jika dikaitkan dengan INFJ. Karena artinya dalam Bahasa Indonesia adalah “membanting pintu.” Sementara door slam yang dilakukan oleh seorang INFJ jauh dari kesan membanting pintu. Malah justru sebaliknya; aku melakukan door slam dengan cara yang halus, tenang dan seringkali diam-diam. Namun biasanya merciless. Seolah-olah itu adalah sesuatu yang wajar. Seperti nyala lilin yang perlahan-lahan memudar lantas selanjutnya menghilang.
Door slam sendiri adalah salah satu teknik pertahanan diri orang-orang dengan tipe kepribadian INFJ. Ini adalah jalan terakhir yang ditempuh olehku dalam melindungi inner core yang sangat sensitif. Atau ketika aku telah putus asa berurusan dengan orang-orang yang membuatku selalu merasa tersiksa berulang-ulang kali secara mental.
Tidak seperti yang lain yang melakukan door slam karena hal-hal sepele, seperti: keegoisan pribadi yang tak dipenuhi atau ketersinggungan spontan. Door slam yang aku lakukan biasanya lebih serius. Aku akan melewati proses berpikir yang sulit dan panjang serta merasakan pahitnya penderitaan dibalik gagalnya peringatan-peringatan yang sudah ku sampaikan dan usaha-usaha perbaikan yang aku usahakan sebelum akhirnya sampai pada titik tersebut. Dan ketika hal itu terjadi, aku sebenarnya sudah terluka dengan sangat dalam. Bahkan, ketika keputusan door slam itu masih menjadi bahan pertimbangan.
Oleh karenanya, ketika aku memutuskan untuk berubah demikian, alih-alih merasa terbebani, aku justru merasa sebaliknya. I feel liberated! I feel my power is back! Aku merasa seolah-olah telah terbebas dari belenggu penderitaan yang selama ini menyiksaku. Sekali aku melakukan door slam, biasanya akan sulit sekali untuk merubah keputusanku. Kecuali jika orang yang mendapatkan door slam treatment dariku menyadari kesalahannya dan langsung menunjukan bahwa mereka menyesal atas perbuatannya.
Ada kalanya, aku yang sudah sangat terluka tidak benar-benar bisa melakukan door slam secara total kepada seseorang dikarenakan orang tersebut adalah orang yang tidak bisa dihindari. Semisal anggota keluarga atau rekan kerja.
Ketika berada dalam situasi yang demikian aku akan melakukan emotional door slam. Yang artinya, aku tidak akan berbagi hal-hal pribadi yang ku punya kepada orang tersebut. Dan cenderung akan berperilaku kaku seperlunya tanpa basa-basi. Jika kebetulan orang yang menjadi sasaran door slam ku itu adalah rekan kerja yang tidak bisa dihindari, maka aku masih akan tetap bersikap sopan saat bertemu. Namun secara sadar, aku akan menghindari segala bentuk interaksi yang membutuhkan lebih dari sekedar kesopanan. Orang-orang yang menjadi sasaran door slam treatment ku hanya akan berhadapan dengan profesionalisme ku yang dingin.
Your presence may be acknowledged, but your existence may be ignored.
Ketika aku masih bisa mengungkapkan kemarahan secara verbal baik dengan berteriak, memaki atau menangis serta mau berbicara “lebih dalam," maka keadaan masih bisa diperbaiki. Tapi, ketika aku sudah bersikap biasa saja serta nampak tidak peduli pada perilaku buruk orang itu, terutama setelah aku melewati masa-masa menyakitkan yang diakibatkan oleh kelakuan orang itu maka bisa dipastikan bahwa orang itu telah menjadi salah satu dari daftar orang-orang yang mendapatkan door slam treatment dalam kehidupanku.
Sepertinya panjang sekali kali ini. Baiklah, akan ku sudahi saja.
Biruna~